Jumat, 31 Mei 2013

BIARLAH ABADI



Jangan-jangan,..jangan lagi
Kau membendung diriku menulis namamu
Di hatiku …..
Dan
Biar-biarkanlah desiran jiwa  terus mengalir
Ketulusan tanpa henti

Jangan-jangan, janganah  lagi
Kau melarang
Kuimpikan dirimu dalam tidur
Dan
Biar-biarkan anganku berkelana
Menggapai bayang-bayangmu
Pada  tepinya senja…di kejauham malam

Aku pun tahu
Tak pernah ada rindu untukku
Tak ada namamuk di hatimu
Tak  ada mimpi di tidurmu
Tak  ada cinta untukku

Jangan-jangan, janganlah  lagi
Kau bendung deraian air mata ini
Kau hiraukan tangis yang dihatiku
Biar-biarlah abadi
Penantian tak berujung
Kasih tak teraih
Bayang tak gapai

Dalam bisunya kenangan berlalu
Kupahat namamu di dinding kalbu
Dalam sayunya sinar mata
Hatiku Kuterus menatapmu
Sampai secercah sinar mentari
Terbit baru di hati yang terus benyanyi
Mencumbuimu dalam bayang-bayang
Penantian abadi

Jumat, 24 Mei 2013

RINDUKU DATANG LAGI

Rinduku datang lagi
Bersama cahaya rembulan menerpa gubuk bambu lereng bukit
Mengajaku termangu di sudut taman memanah langit biru
Mendecak kagum….bercampur pilu

Kau hembuskan angin jiwaku seakan melambai
Menyambutmu mendekat
Membiarkanmu menyusur hati yang kian menggetar
Berpacu merayu awan manis memantul cahaya remang
Membalut kemesraan dalam rindu yang merunduk malu

Rinduku hadir lagi
Bergolak dalam pesona sinar rembulan
Memantul kenangan asa yang terus berkelana
Menoreh sepenggal kisah terbius
Aroma setangkai mawar tergenggam di sisi taman

Rinduku , untukmu
Bagai sinar rembulan malam hari
Menerpa pucuk-pucuk cemara berkilau memantul
Hatiku pun berteduh dalam bayang-bayang rindu tak tergapai

Kau , Rinduku
Diam dalam kagum,
Kau istimewa, lebih indah dari nirwana
Kumimpikanmu dalam penggalan puisi
Yang terus bersyair rindu

Jumat, 17 Mei 2013

KAU YANG DI SANA



Kau yang di sana
Ijinkanlah aku menyapamu sekejab saja
Melepas kerinduan yang kini menjejak
Bersemi dari  tatapan wajah terukir
Meyegar pada pucuk harapan selalu menyapa

Kau yang di sana
Ijinkanlah aku berpuisi dari kejujuran jiwa
Melambung harapan meretas jarak
Hatimu hatiku

Kau yang kini di hati
Ijinkan aku duduk di sisi kesibukanmu yang menjejal
Memandang sinar matamu yang beryala
Membidik untaian baik sajak perjuangan karya
Mendaki puncak harapan terpuaskan

Kau yang di sana
Ijinkanlah aku berbisik
Jejakmu tertulis pada loh hatiku
Sejak saat jumpa maya perdana
Dalam getaran jiwa yang saling menyapa

Kamis, 16 Mei 2013

LEMAH + LEMAH = KUAT



LEMAH + LEMAH = KUAT
(REFLEKSI GERAKAN KOPERASI DAMPINGAN YAYASAN AYO INDONESIA)
Oleh : John Amiwijaya
 Ketua Pengawas Kopdit AMAN

Pengantar
Gerakan koperasi kredit di dunia tidak terlepas dari sejarah pertengahan abad ke-19 di Jerman. FRIEDERICH WILHELM RAIFFEISEN bersama kaum buruh mendirikan Credit Union pertama di sana di tengah situasi perekonomian dunia yang morat marit. Situasi yang mendasari berdirinya koperasi di sana adalah kondisi sosial ekonomi yang suram (petani melarat karena paceklik – krisis pangan – serangan penyakit, lintah darat – gali lubang tutup lubang, urbanisasi terjadi, tenaga buruh diganti oleh industri,bank perketat syarat, pemerintah bagi bantuan uang dan roti – tidak permanent).
Gerakan awal ini kemudian terus berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran setiap orang untuk membantu dirinya sendiri dan keluarganya. Prinsip yang menyebutkan bahwa kesulitan yang dialami oleh setiap orang hanya bisa diatasi sendiri oleh orang tersebut, mulai merasuki setiap orang di jaman itu. Mereka kemudian berkumpul dan bersatu untuk menolong diri mereka sendiri dalam wadah yang kemudian kita kenal sebagai koperasi.
Di abad 20, Credit Union mulai merambah wilayah Kanada. Orang pertama yang memperkenalkan koperasi di sana adalah seorang wartawan bernama Alphonse Desjardin. Dari Kanada koperasi berkembang ke Amerika Serikat yang dipelopori pedagang kaya asal Boston bernama Mr. Edward Fillene. Perkembangan gerakan ini terus menunjukkan perubahan yang cepat, hingga pada akhirnya dibentuklah biro pengembangan koperasi kredit sedunia di Medison AS. Pembentukan biro tersebut sekaligus menjadi titik awal koperasi kredit mulai dikembangkan di seluruh dunia. Di Indonsia sendiri, gerakan koperasi dimulai pada awal Januari 1970 dengan dibentuknya CUCO yang dipimpin oleh Pater Albrech Karim Arbie, SJ.
Mari kita lihat bahwa embrio terbentuknya sebuah koperasi adalah suatu kesamaan. Situasi ekonomi yang sama, pengalaman yang sama, kondisi hidup yang sama, nasib yang sama, kesulitan yang sama, perasaan senasib dan sepenanggungan serta berbagai hal kesamaan yang lainnya. Kondisi yang sama itu mendorong setiap orang untuk secara bersama-sama bergerak menuju tujuan yang sama pula yakni perubahan kondisi hidup yang lebih baik dalam semangat kebersamaan dan solidaritas antara sesama.
Tulisan ini mencoba untuk mengurai pengalaman dan sejarah perjalanan gerakan koperasi yang diprakarsai oleh Yayasan Ayo Indonesia di Manggarai, Flores, NTT, setelah kurang lebih 12 tahun lembaga ini bekerja bersama dengan para petani kecil di wilayah pedesaan yang tersebar di sejumlah tempat di Manggarai Raya[1] (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur).

Perjalanan penuh dinamika
Semakin jauh kaki melangkah, semakin banyak pengalaman yang dijumpai. Sepenggal kalimat di atas sedikit banyak menggambarkan pengalaman dan pengetahuan yang dirasakan oleh lembaga Ayo Indonesia selama kurang lebih 12 tahun berjalan bersama para petani dampingan di pedesaan yang tersebar di wilayah Manggarai Raya. Perjalanan bersama yang didukung oleh sejumlah lembaga donatur dari luar negeri itu telah banyak memberi warna dan pengalaman. Ada pengalaman yang mengesankan juga yang tidak mengenakkan hati. Cerita seorang mantan staf yang pernah bekerja di Ayo Indonesia misalnya, bagaimana dia harus memikirkan sejumlah cara agar para petani dampingan di desa bisa meluangkan waktu untuk hadir bersama di tempat pertemuan yang telah disepakati sebelumnya. Konon, staf yang bersangkutan harus ‘menipu’ para petani dengan menginformasikan bahwa akan datang tamu dari luar negeri ke desa, karena itu warga desa harus hadir untuk bertemu dengan tamu asing tersebut. Berkat informasi itu, hampir seluruh warga desa datang berbondong-bondong dengan segala atribut bernuansa adat memenuhi halaman kampung untuk bertemu dengan tamu asing itu. Alhasil, tamu yang datang hanyalah sesama staf Ayo Indonesia yang ingin merencanakan bersama warga desa sejumlah program dan kerja-kerja pemberdayaan yang akan dilakukan di wilayah desa itu selama beberapa waktu.
Ada juga cerita lain tentang dua orang staf yang mengalami kecelakaan lalu lintas saat hendak berkunjung ke wilayah desa pelaksanaan program. Staf yang satunya harus merayap di semak-semak di pinggiran jalan raya. Satunya lagi terpaksa harus bertengger di atas pepohonan walau tidak seperti burung yang bersayap. Kisah lain lagi tentang seorang staf yang harus menahan lapar, takut buang air besar di kampung yang hampir semua warganya tidak memiliki kakus. Sejumlah cerita pengalaman itu hanyalah sebagian kecil dari segudang cerita tentang bagaimana suka dukanya bekerja bersama dengan masyarakat pedesaan.
Selama kurun waktu kurang lebih 12 tahun itu, Yayasan Ayo Indonesia bergulat dengan berbagai pekerjaan yang berkisar antara bagaimana membangun kesadaran masyarakat pedesaan tentang berbagai persoalan yang mereka hadapi. Bagaimana misalnya menyadarkan warga desa tentang pentingnya pemenuhan gizi dalam keluarga, tentang pentingnya memiliki kakus, tentang bagaimana meningkatkan pendapatan dalam keluarga, tentang penguatan dan peningkatan kapasitas lembaga-lembaga yang ada di desa, sampai pada mulai mempengaruhi masyarakat desa tentang mengapa penting menabungkan sebagian hasil kerja mereka untuk kepentingan ekonomi dalam keluarga melalui wadah bersama yang kemudian disebut kelompok Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP). Hal yang disebutkan terakhir inilah yang kemudian akan menjadi sebuah pencapaian sekaligus menjadi titik awal perjalanan sebuah ‘kapal’ yang bernama Koperasi Kredit Ayo Mandiri (Kopdit AMAN)[2] menuju dermaga kesejahteraan bagi seluruh anggotanya, entah kapanpun itu akan terwujud.

Kecil tak selamanya indah
Tidak selamanya kecil itu indah, karena itu mari kita berpikir bagaimana caranya kelompok-kelompok kecil yang sudah kita bentuk dan dampingi selama ini membentuk suatu kekuatan bersama dalam sebuah wadah bersama pula. Hal inilah yang menjadi semangat awal sampai pada munculnya ide untuk mempersatukan kelompok-kelompok UBSP ke dalam sebuah lembaga bersama yang kemudian lahir dengan nama Kopdit AMAN. Lembaga keuangan ini lahir pada tanggal 19 April 2010 di tengah semakin maraknya lembaga serupa lainnya menebarkan sayapnya di Manggarai. Tujuan awal dari terbentuknya Kopdit AMAN ini adalah menghimpun kelompok-kelompok UBSP yang telah didampingi sebelumnya.
Selama kurun waktu pendampingan terhadap kelompok-kelompok UBSP, ada banyak hal yang menarik untuk dijadikan bahan pelajaran. Kami menemukan bahwa, semangat anggota kelompok untuk menabung sebagian hasil kerja mereka melalui UBSP perlahan-lahan mulai tumbuh. Ada sebagian anggota kelompok dampingan yang mengaku bahwa mereka memiliki rencana untuk menabung di bank, hanya saja jarak tempat tinggal mereka dengan bank cukup jauh ditambah lagi dengan berbagai persyaratan administratif yang harus mereka lengkapi, membuat niat mereka untuk menabung di bank menjadi kendur. Dengan adanya UBSP, mereka bisa menabung uang mereka walaupun untuk dipinjamkan kepada sesama anggota kelompok yang membutuhkan.
Di setiap kelompok UBSP, jumlah rata-rata anggota berkisar antara 10 hingga 20 orang. Hanya beberapa kelompok UBSP saja yang jumlah anggotanya di atas 20 orang. Jumlah yang relatif sedikit tersebut tentu berdampak pada mudahnya pengaturan dan pembuatan laporan tentang perkembangan keuangan kelompok UBSP. Pengendalian terhadap anggota juga tidak terlalu sulit, karena hampir setiap anggota mengenal satu sama lain. Beberapa di antaranya memiliki hubungan keluarga.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan jumlah modal di setiap kelompok UBSP pun terus bertambah. Aktifitas menyimpan, meminjam dan mengangsur pinjaman pun terus terjadi setiap bulannya. Anggota senang karena akhirnya mereka mudah mendapatkan uang ketika mereka membutuhkan. Mereka tidak lagi harus bergantung pada penjual uang di desa yang memasarkan uangnya dengan bunga relatif tinggi (antara 5 hingga 10 %). Uang yang mereka pinjam di UBSP dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga mereka, seperti untuk urus anak sekolah, biaya kesehatan, membeli bahan makanan dan juga untuk urusan sosial kemasyarakatan lainnya (upacara adat)[3].
Pada kondisi dimana semua anggota merasa senang karena mereka tidak lagi susah mendapatkan uang, kami tidak berpikir bahwa akan datang saatnya terjadi penumpukan uang di setiap kelompok UBSP. Hal ini tentu ‘berbahaya’ dari segi transparansi pengolahan keuangan di tingkat kelompok. Selain karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh setiap pengurus di tingkat kelompok, memegang uang dalam jumlah yang banyak untuk orang di desa selalu tidak aman, sebagaimana juga umumnya terjadi pada kebanyakan orang. Penumpukan uang ini terjadi karena semua anggota sudah mendapat giliran untuk meminjam dan masih memiliki hutang yang harus dikembalikan ke kas dalam bentuk angsuran. Di sisi lain, kelompok telah membuat peraturan bahwa orang yang meminjam harus terlebih dahulu melunasi hutang sebelumnya. Tidak dibenarkan adanya sistem pinjam tindis[4]. Peraturan yang sebelumnya disepakati untuk menghindari ketidakadilan dalam mendapatkan pinjaman akhirnya menjadi seperti senjata makan tuan. Sendiri yang membuat peraturan, sendiri pula yang menanggung akibatnya[5].
Di beberapa kelompok, urusan administrasi keuangan berjalan dengan lumayan baik. Selain karena kapasitas sumber daya mereka cukup baik untuk ukuran orang desa (bisa baca, tulis, menghitung), juga karena staf lapangan program melakukan pendampingan rutin setiap bulan, terutama ketika hari UBSP. Ada juga kelompok yang harus terus menerus dibantu, karena untuk tulis angka uang dari setiap anggota saja selalu salah, hal yang akan menjadi masalah besar karena berhubungan dengan uang.
Di tengah situasi tersebut, satu-satunya faktor yang mengikat adalah hubungan emosional antara kelompok dengan staf lapangan yang terus menerus terpelihara dengan baik. Kunjungan rutin setiap bulan, membuat hubungan emosional tersebut terus tumbuh dan berkembang sampai akhirnya menciptakan rasa saling percaya. Di beberapa tempat kondisi seperti ini tidak terjadi, karena beberapa staf yang tidak rutin mengunjungi kelompok. Juga karena ulah staf yang membuat mereka merasa tersakiti. Menyakiti hati orang di desa adalah masalah besar dan membuat rasa percaya mereka terhadap orang luar menjadi berkurang. Sejumlah ‘dosa’ masa lalu ini juga turut mempengaruhi keenggaran sejumlah kelompok untuk langsung bersepakat bergabung di bawah payung Kopdit AMAN di kemudian hari.
Menapak jalan menuju kemaslahatan bersama
Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga adalah makhluk ekonomi. Sebagai makhluk ekonomi, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk bisa hidup dengan baik. Paling kurang, seseorang manusia dewasa harus mampu memenuhi tiga kebutuhan yang paling dasar dalam hidupnya, yaitu pangan, papan dan sandang.
Meski demikian, kenyataan menunjukkan bahwa masih ada kelompok masyarakat yang belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu dengan baik. Di daerah-daerah dimana persaingan antara individu sangat kuat, banyak orang yang menjadi korban dari situasi persaingan itu. Ada kelompok masyarakat yang karena ketidakmampuannya menjadi korban dari situasi yang terjadi. Keluarga yang satu tidak bisa membantu persoalan yang dialami oleh keluarga yang lain, karena mereka fokus untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi dalam keluarganya sendiri. Masalah-masalah sosial-ekonomi sudah mulai menjadi masalah privat yang mau tidak mau harus mampu diatasi oleh orang yang sedang menghadapi masalah itu. Tidak ada lagi ruang untuk saling berbagi pengalaman hidup karena semua orang sibuk dengan urusannya sendiri. Individualisme semakin tumbuh dan berkembang di tengah semakin maraknya persoalan sosial yang terjadi di tengah komunitas masyarakat.
Situasi seperti yang disebutkan ini juga terjadi ketika Raiffeisen mulai menggagas koperasi di negaranya di Jerman, meskipun secara kultural dan geografis memiliki perbedaan. Mereka akhirnya memilih untuk berkumpul bersama untuk mengatasi persoalan hidup yang sedang mereka hadapi ketika itu. Apa yang terjadi? Kekuatan-kekuatan kecil yang mereka miliki pada setiap orang saat itu, akhirnya mampu mengatasi masalah besar yang terjadi yang melanda hampir seluruh kelompok masyarakat. Kesulitan atau persoalan hidup yang dialami oleh suatu kelompok masyarakat hanya bisa diatasi oleh kelompok masyarakat itu sendiri. Inilah prinsip yang kemudian membuat mereka menjadi sangat maju dan kuat dalam mengatasi berbagai persoalan yang terjadi.
Pengalaman-pengalaman seperti yang disebutkan di atas tentu sangat menarik untuk dijadikan sebagai pelajaran dalam konteks masyarakat sekarang secara khusus dalam kehidupan berkoperasi. Di tengah situasi sosial masyarakat yang diwarnai dengan berbagai persoalan, persatuan dan rasa senasib dan sepenanggungan menjadi modal kuat yang harus terus menerus dipupuk. Dengan sebuah pendekatan manajemen pengelolaan yang baik, maka berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat hanya bisa diatasi apabila kelompok masyarakat itu bersatu dan menghimpun berbagai kekuatan yang mereka miliki sekecil apapun itu. Filosofi dasar dalam hidup berkoperasi dengan selogannya aku susah kau bantu, kau susah aku bantu harus sungguh-sungguh menjadi kata-kata yang hidup. Kemaslahatan bersama dalam sebuah komunitas masyarakat hanya bisa terjadi ketika ada persatuan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi.


[1] Sebutan Manggarai Raya muncul pasca pemekaran wilayah administratif Kabupaten Manggarai yang melahirkan dua kabupaten baru (Manggarai Barat dan Manggarai Timur).
[2] Kopdit AMAN diprakarsai oleh staf Ayo Indonesia untuk menghimpun kelompok-kelompok UBSP dampingan yang tersebar di sejumlah wilayah pedesaan di Manggarai Raya.
[3] Rata-rata di setiap kelompok UBSP, salah satu tujuan pinjaman adalah untuk membiaya acara adat.
[4] Boleh meminjam walalupun masih ada saldo pinjaman sebelumnya.
[5] Di beberapa kelompok, aturan ini mulai tidak diindahkan karena jumlah uang yang menumpuk di kas semakin bertambah. Orang boleh meminjam, meskipun masih ada hutang yang harus dikembalikan.

ALAMAT KOPERASI AYO MANDIRI



 ALAMAT KOPERASI AYO MANDIRI

Telepon    : 085 237 745 799
Email        :ayomandirikopdit@yahoo.co.id
Twitter      :@MandiriAyo
Facebook  : fransiskus kalis laja
Blogspot   : www.franskalis.blogspot.com